FRANCESCO PETRARCHA – TOKOH RENAISSANCE

Karena kebagian tugas tentang Francesco Petrarcha jadi harus mencari informasi mengenainya. Sedikit sekali informasi dalam bahasa Indonesia. Kalau dalam bahasa Inggris takutnya salah menterjemahkan karena kurang bisa bahasa Inggris. Cari sana sini dan hasilnya saya tulis di sini.  Saya hanya memasukkan sedikit dari pemikiran dan pendapat Petrarcha. Apabila ada pertanyaan, tambahan atau kesalahan mohon masukannya untuk manambah informasi. Makasih,,,, Fighting!!!

200px-Francesco_Petrarca2

Zaman Renaissance (abad ke-15 dan ke-16) bukanlah periode ketika sistem-sistem pemikiran filosofis yang besar muncul, melainkan masa ketika metode ilmu pengetahuan alam modern ditemukan dan dikembangkan. dengan demikian, kalaupun ada refleksi-refleksi filosofis yang muncul pada zaman Renaissance, hal tersebut perlu dilihat dalam konteks historis-kultural pada masa itu yang memang ditandai dengan banyaknya penelitian dan penemuan baru. Filsafat Renaissance adalah filsafat yang membenarkan zamannya dan memberikan harapan akan masa depan pada kemampuan manusia untuk menentukan dirinya sendiri dan menjadi penakluk atas alam.

Francesco Petrarcha adalah salah satu wakil para pemikir zaman Renaissance yang memberikan perhatian besar kepada manusia dan posisinya dalam kosmos. Bukan alam yang menakdirkan mnusia akan menjadi apa, melainkan manusia yang berkat akal budinya menakdirkan alam akn berbentuk apa.

Francesco Petrarcha (20 Juli 1304-19 Juli 1374) adalah seorang cendikiawan dan penyair Italia. Dia juga adalah salah satu humanis terawal. Petrarca sering disebut “Bapak Humanisme”. Pada abad ke-16 Pietro Bembo menciptakan model untuk bahasa Italia modern berdasarkan karya-karya Petrarca.

Soneta-soneta Petrarca dikagumi dan ditiru diseluruh Eropa pada masa Renaissance dan menjadi model untuk sajak liris. Dia juga dikenal sebagai salah satu yang pertama kali mengembangkan konsep Zaman Kegelapan (“Dark Ages”).

Sebagai seorang humanis Petrarcha lebih menyukai dan bahkan membela tulisan-tulisan yang menyentuh dan menggerakkan hati, keinginan, serta kehendak. Seperti terungkap dalam pertanyaannya :

“Untuk apa mengetahui apa itu keutamaan kalau keutamaan itu tidak dicintai ketika sudah diketahui? Apa gunanya mengetahui apa itu dosa kalau dosa tidak dibenci ketika sudah diketahui?”

tantangan yang ia ajukan pada hakekat abstrak dan spekulatif dari proyek filsafat Aristoteles dan bentuk-bentuk turunannya membuka sebuah fase baru dalam perelisihan abadi antara filsafat dan retririka, dua buah disoplin atau bidang studi yang masing-masing mencari kebenaran (truth) dan kefasihan berbicara (eloquence).

Francesco Petrarcha mengemukakan bahwa “teologi adalah puisi aktual, puisi tentang tuhan“, yang menjadi efektif bukan karena “telah membuktikan” sesuatu melainkan karena langsung menembus hati.

Kaum humanis telah menemukan kembali martabat manusia, tetapi ini tidak membuat mereka mengingkari Tuhan; alih-alih, sebagai manusia sejati di masanya, mereka menekankan kemanusiaan Tuhan yang telah menjadi manusia.

Ptrarca:”Menghendaki yang baik lebih berharga daripada mengenal yang benar”

Selain menulis sajak, Petrarca juga menulis komentar atau ulasan tentang kebudayaan, kesusastraan, dan pemikiran Yunani-Romawi. Oleh sebab itu, ia dijuluki Bapak Humanisme.

Humanisme Zaman Klasik tersebut menjadi orientasi dan inspirasi seluruh gerakan Renaissance. Dari sudut pandang inilah (bahwa karya-karya Petrarcha mengilhami “kelahiran kembali” kebudayaan Klasik), Petrarcha bisa disebut sebagai tokoh Zaman enaissance.

Peran Petrarcha dalam sejarah filsafat terletak dalam kritikannya terhadap cara belajar para Skolastik (Abad Pertengahan) dan kebiasaan wktu untuk mempelajari teks-teks asli Zaman Klasik (studia humanitatis), khususnya karya Plato, yang membahas tentang manusia dan ketertiban masyarakat.

Cara belajar para Skolastik banyak dikritik karena hanya mengandalkan tulisan-tulisan Aristoteles yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin (bukan teks asli) berbahasa Yunani dari banyak filsuf Klasik lainnya, bukan hanya Aristoteles. Bagaimana mereka bisa memahami ajaran para filsuf Yunani kalau mereka sendiri tidak pernah membaca teks aslinya dan hanya membaca terjemahannya?

Selain itu, usaha mereka dalam mempelajari filsafat Aristoteles juga dikritik. Sebab, menurut Petrarcha, Aristoteles hanya bisa membantu orang “mengetahui” apa yang disebut sebagai keutamaan, tetapi tidak mampu “memotivasi” jiwa dan kemampuan untuk mamperolah keutamaan tersebut, padahal yang lebih bernilai bukanlah pengetahuan tentang “yang baik”, malainkan keinginan untuk melaksanakanya.

Petrarcha menyatakan:

Adalah perbedaan besar, apakah saya tahu tentang sesuatu, atau apakah saya mencintai sesuatu; apakah saya memahami sesuatu atau apakah saya mengusahakan sesuatu. Aristoteles mengajarkan apa yang disebut keutamaan, saya tidak menolaknya. Namun, ia tidak mengenal kata-kata yang bisa meyakinkan dan memberi semangat, kata-kata yang menggerakkan kita meraih cinta dan membenci dosa; kata-kata yang bisa menghidupkan dan mengobarkan api dalam jiwa kita. Sementara itu, dipihak lain, yang terjadi adalah sebaliknya. Para tokoh kita, khususnya pada Cicero dan Annaeus (Seneca) sering menggunakan kata-kata tersebut.

Cicero (106-43 SM) dan Seneca (4 SM-65 M), dua negarawan dan ahli pidato bangsa Romawi Kuno ini merupakan teladan bagi Petrarcha, sebab keduanya menggabungkan “unsur pengetahuan murni” (filsafat) dengan “unsur pembangkit kehendak”

Bagi Petrarcha, seorang filsuf sejati adalah seorang filsuf yang mempertimbangkan konteks, sebab filsafat sendiri bukanlah seni kata-kata abstrak dan kosong, melainkan seni tentang hidup yang baik dan keutamaan.

Petrarcha menganggap bahwa pengetahuan Skolastik yang semata-mata demi pengetahuan itu sendiri adalah tidak berguna, apabila tidak bisa dikatakan sia-sia. Filsafat harus bersifat praktis. Filsafat ada untuk manusia, bukan manusia untuk filsafat!

KARYA-KARYA FRANCESCO PETRARCHA

Petrarcha terkenal karena puisi Italia-nya terutama Canzonire (“songbook”) dan Trionfi (“Triumphs”). Tulisan latin-nya meliputi karya ilmiah, esai instrospektif, surat, dn banyk puisi. Diantaranya dari karyanya yaitu:

  • Secretum (“My Secret Book”), sebuah buku yang sangat pribadi, dialog imajiner perasaan bersalah kepada Agustinus dari Hippo.
  • De Viris Illustrius (“On Famous Men”), serangkaian biografi moralitas
  • Rerum Momorandum Libri, sebuah risalah lengkap pada kebajikan utama
  • De Otio Religiosorum (“On Religious Leisure”) dan “De Vita Solitaria (“On The Solitary Life”), yang memuji kehidupan Contemplative
  • De Remediis Utriusque Fortunae (“Remedies for Fortune Fair and Foul”), sebuah buku bantuan diri yang tetap populer selama ratusan tahun
  • Itinerarium (“Petrarch’s Guide to the Holy Land”)
  • Invectives against opponents such as doctors, scholastics, and French
  • The Carmen Bucolicum, sebuah koleksi dari 12 puisi pastoral (yang berkaitan dengan pendeta)
  • Epic Afrika yang belum selesai
  • Canzonierre (kumpulan 336 lagu) yang isinya berkeinginan untuk memiliki dn menikmti dunia, keindahan, yang terdapat di sekelilingnya)

DAFTAR PUSTAKA

  • id.wikipedia.org/wiki/Petrarca
  • en.wikipedia.org/wiki/Petrarch
  • Simon Petrus L Tjahjadi, 2004. Petualangan Intelektual, Yogyakarta: KANISIUS
  • Karen Armstrong, 2007. Sejarah Tuhan, Bandung: Mizan
  • Thomas Hidya Tjaya, 2004. Humanisme dan Skolatisisme, Sebuah Debat, Yogyakarta: KANISIUS
  • Wahyudi Djaja, 2012. Sejarah Erop: Dari Eropa Kuno hingga Eropa Modern,Yokyakarta: Ombak

Tinggalkan komentar